Sabtu, 13 Desember 2008

SISTEM EFI

SISTEM EFI
Seperti diketahui, beberapa produsen kendaraan di Indonesia telah lama mengaplikasikan Mesin EFI (Electronic Fuel Injection) pada produknya, termasuk merek Astra Group. Namun kita yang masih awam barangkali hanya sedikit tahu tentang apa itu EFI, apa kelebihannya. Mesin EFI adalah mesin yang dilengkapi piranti EFI atau Elecronic Fuel Injection, menggantikan sistem karburator.

Pada karburator, bensin dari tangki disalurkan ke ruang pelampung dalam karburator melalui pompa bensin (mekanis/elektrik) dan saringan bensin. Selanjutnya bensin masuk ke mesin melalui lubang jet dalam ruang venturi (ruang untuk menambah kecepatan aliran udara masuk ke mesin). Sehingga jumlah bensin yang masuk tergantung pada kecepatan aliran udara yang masuk dan besar lubang jet.

Pada EFI, bensin diinjeksikan ke dalam mesin menggunakan injektor dengan waktu penginjeksian (injection duration and frequency) yang dikontrol secara elektronik. Injeksi bensin disesuaikan dengan jumlah udara yang masuk, sehingga campuran ideal antara bensin dan udara akan terpenuhi sesuai dengan kondisi beban dan putaran mesin. Generasi terbaru EFI dikenal dangan sebutan Engine Management System (EMS), yang mengontrol sistem bahan bakar sekaligus juga mengatur sistem pengapian (duration, timing, and frequency of ignition).

Tujuan pengaplikasian sistem EFI adalah meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar (fuel efficiency), kinerja mesin lebih maksimal (optimal engine performance), pengendalian/pengoperasian mesin lebih mudah (easy handling), memperpanjang umur/lifetime dan daya tahan mesin (durability), serta emisi gas buang lebih rendah (low emissions).

Lantas bagaimana prinsip kerja sistem EFI? Jumlah aliran/massa udara yang masuk ke dalam silinder melalui intake manifold diukur oleh sensor aliran udara (air flow sensor), kemudian informasikan ke ECU (Electronic Control Unit). Selanjutnya ECU menentukan jumlah bahan bakar yang harus masuk ke dalam silinder mesin. Idealnya untuk setiap 14,7 gram udara masuk diinjeksikan 1 gram bensin dan disesuaikan dengan kondisi panas mesin dan udara sekitar serta beban kendaraan. Bensin dengan tekanan tertentu (2-4 kali tekanan dalam sistem karburator) telah dibangun oleh pompa bensin elektrik dalam sistem dan siap diinjeksikan melalui injektor elektronik.

ECU akan mengatur lama pembukaan injektor, sehingga bensin yang masuk ke dalam pipa saluran masuk (intake manifold) melalui injektor telah terukur jumlahnya. Bensin dan udara akan bercampur di dalam intake manifold dan masuk ke dalam silinder pada saat langkah pemasukan. Campuran ideal siap dibakar.

Kemudian, mengapa campuran bensin dan udara harus dikendalikan? Kalau tidak dikendalikan, akan menimbulkan kerugian. Jika perbandingan udara dan bahan bakar tidak ideal (tidak dikendalikan) menjadikan bensin boros pada campuran yang terlalu banyak bensin. Selain itu, pembakaran tidak sempurna, akibatnya emisi gas buang berlebihan dan tenaga tidak optimal karena energi kinetis yang dihasilkan pun tidak maksimal. Kerusakan mesin pada jangka pendek maupun jangka panjang lebih cepat terjadi. Kemudian, beban kerja mesin dan kondisi lingkungan (suhu dan tekanan) yang variatif akan memerlukan pengaturan relatif kompleks. Sistem EFI lebih mampu mengatasi kondisi variatif ini secara optimal dibandingkan sistem karburator.

Kelebihan Sistem EFI
Beberapa tahun terakhir ini, telah banyak pabrikan kendaraan mengaplikasikan teknologi injeksi bahan bakar di setiap produknya. Beberapa produsen otomotif memberi namanya macam-macam dan memberi kesan canggih, namun tetap bersistem kerja injection. Lantas, apa kelebihan sistem ini jika dibandingkan dengan karburator?
.
Teknologi EFI (Electronic Fuel Injection) sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai teknologi yang terbaru, karena teknologi ini sudah diterapkan beberapa tahun lalu. Dan EFI sebenarnya baru diterapkan pada kendaraan keluaran dasawarsa 1990-an.

Penggunaan EFI saat itu masih terbatas pada jenis sedan (passenger car). Baru di akhir 1990-an dan awal 2000, kendaraan tipe minivan seperti Kijang atau SUV ikut mengadopsi. Pada era sekarang istilah EFI mulai memperoleh saingan: PGM-FI, EPFI, ECFI, T-DIS, VVT-i, i-VTEC, MIVEC, VANOS, Valvetronic, dan sebagainya.

Istilah-istilah itu kemudian diangkat oleh para pabrikan mobil sebagai salah satu nilai jual produk mereka.

Teknologi EFI sebetulnya erat kaitannya dengan sistem manajemen engine (SME). Engine di sini bukan dalam arti mesin, terjemahan dari kata machinery, melainkan motor bakar. Di sinilah bahan bakar minyak (BBM) dicampur dengan udara untuk menghasilkan gaya gerak yang membuat mobil bisa melaju.

SME muncul seiring dengan menipisnya persediaan bahan bakar minyak sehingga menuntut engine yang semakin efisien tanpa kehilangan kinerja yang dihasilkannya.

Selain itu juga adanya tuntutan untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup, terutama akibat polusi udara.

Oleh karena tuntutan itu, para ahli engine di setiap perusahaan otomotif dan perusahaan konsultan rekayasa setiap hari berusaha menemukan cara meningkatkan efisiensi engine yang ada.

Untuk mencapai tujuan itu, para pabrikan berlomba-lomba mencari dan menerapkan banyak teknologi baru. Mulai dari peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk mendesain engine, pencarian dan penggunaan material baru, terobosan dalam proses produksi, dan yang terpenting, campur tangan kontrol elektronik dan komputer untuk mengatur kinerja engine dan peralatan pendukungnya.

Engine yang ideal membakar jumlah bahan bakar sesuai dengan kebutuhan serta menyalakan busi pada saat yang tepat sesuai dengan kondisi operasi. Dari sini didapatkan efisiensi pemakaian bahan bakar yang optimal pada setiap kondisi operasi dari engine. Kondisi ini akan menghasilkan emisi gas buang lebih baik.

Sebelum muncul sistem EFI, untuk mencampur bahan bakar dengan udara digunakan karburator. Dalam karburator ini bahan bakar dikabutkan sebagai akibat dari isapan vakum dari venturi. Proses ini mirip semprotan obat nyamuk bertipe pompa. Namun, sebagai alat yang murni mekanikal, karburator punya keterbatasan sehingga hanya efektif pada daerah operasi tertentu. Sehingga karburator dirancang efektif untuk engine putaran tinggi alias mobil sport. Jadi, tidak cocok untuk dipasang pada mobil minivan yang lebih mementingkan torsi dan tenaga di putaran bawah dan menengah.

Begitupun dengan sistem pengapian, arus listrik dari ignition coil disalurkan ke masing-masing busi melalui distributor. Di sini terdapat mekanisme untuk memajukan atau memundurkan waktu pengapian agar sesuai dengan kondisi engine, yang merupakan gabungan dari vacuum advancer dan centrifugal advancer. Namun, sebagaimana karburator, sistem distributor konvensional ini juga punya keterbatasan, karena hanya optimum pada daerah operasi yang terbatas sesuai dengan karakteristik engine.

Mengingat keterbatasan sistem mekanis itu, para perekayasa berusaha menggabungkan sistem mekanis dengan kontrol elektronik. Gunanya agar diperoleh fleksibilitas yang lebih dalam daerah operasinya sehingga menghasilkan engine dengan kinerja optimum dalam daerah operasi yang lebih luas. Lahirlah apa yang disebut SME tadi.

SME kemudian menjadi perlengkapan wajib bagi mobil-mobil modern. Karena merupakan komponen penting, para pabrikan membungkusnya dalam nama yang berbeda dari pabrikan lain. Toyota dan Daihatsu memberi nama Electronic Fuel Injection alias EFI, sedangkan nama Bosch Motro-nic dipakai oleh BMW dan Peugeot.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar